Tuesday, June 7, 2011

Bakti Terakhir

Tak ada bakti istimewa yang bisa kusajisembahkan kepada Emak, bahkan saat ia berangkat ke dimensi lain sekalipun. Memanggul peti yang di dalamnya Emak terbujur kaku hanya satu bakti sederhana. Memikul peti itu jadi bakti terakhirku.

Emak tidak pernah menghitung berapa banyak baktinya kepada anak-anaknya. Emak juga tidak pernah meminta bakti balik. Emak hanya ingin anak-anaknya tidak seperti dia. Emak ingin anak-anaknya bersekolah supaya tidak bodoh. Sungguh bakti yang mulia dari seorang emak.

Banyak orang yang mengaku berbakti kepada Emak. Banyak yang bilang, "kalau bukan saya, Emak tidak seperti ini."

Ada juga yang bilang, "saya yang menjaga Emak. Saya yang mengurus emak."

Cerita bakti itulah yang selalu kudengar usai melepas keberangkatan emak ke dimensi lain. Cerita bakti dari orang-orang yang menganggap dirinya paling berbakti kepada emak. Sementara mereka yang mendengar kisah bakti itu, adalah orang-orang yang dianggap paling tidak berbakti. Orang-orang yang yang dianggap telah kehilangan rasa bakti.

Aku tahu, banyak yang menganggap aku kehilangan bakti terhadap emak. Itu karena aku tak mengurus emak saat usianya sudah memasuki tangga senja. Sebagai si bungsu, yang selalu ditimang dan didongengi jika hendak tidur, orang-orang menganggap aku anak yang tidak bisa membalas bakti. Bahkan, lebih ekstrem, ada yang menganggap ketidakbaktian itu sebagai hal yang durhaka.

Aku hanya mendehem kala mereka berkisah soal bakti kepada emak. Aku tak akan bercerita apa-apa kepada mereka soal baktiku. Biarlah sejarah yang mencatatnya sendiri. Sebab bakti bukan untuk diumbar. Bakti itu datang dari hati. Bakti tidak dibuat untuk sebuah materi. Jika bakti untuk materi, celakalah mereka yang memberi bakti. Sebab bakti diberikan dalam diam.

Hanya satu bakti sederhana yang patut kucatat. Bakti terakhir saat melepas keberangkatan emak. Aku hanya memanggul kerandanya. Hanya itu yang bisa aku berikan. Itulah bakti terakhir kepada emak. Semoga bakti itu menghapus anggapan kalau aku sudah hilang rasa bakti. Sehingga menghapus juga tudingan anak durhaka kepada emak. (*)

1 komentar:

Asep Haryono said...

Saya melihat Miank sudah bekerja keras membagi waktunya buat emak. Jika ada yang berani mengatakan sebagai durhaka atau tidak berbakti, maka saya akan berada di baris terdepan untuk membela Miank.

Saya mengikuti hampir di semua postingannya, dan saya tahu betapa besar cinta dan kasih sayang Miank kepada Emak.

Keep stronger Miank. You have all my support

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code