Tuesday, April 26, 2011

Kerinduan Lelaki Senja

Lelaki senja datang. Tanpa semburat jingga. Semilir angin pun tak menemaninya. Ia datang dengan kerinduan pada lelaki kecilnya, juga gadis mungil yang menyambutnya dengan senyum. “Ah, anakku, kalian menggemaskan,” bisik lelaki senja pada dirinya sendiri.

Vanessa, gadis mungil itu, merentangkan kedua tangannya. Ia ingin memeluk lelaki senja yang membawa kerinduan. Teriakan kecilnya membuncah di sela-sela deru roda menggilas kerikil-kerikil jalanan. Senyum Vanessa melahirkan kegembiraan. Sungguh, ia tumbuh menjadi seorang gadis yang ceria.

Di muka pintu, Pedagi dalam gendongan penjaga kunci istana cinta bertepuk tanpa suara. Lelaki penghujung Juni itu menebarkan senyum. Satu kalimat tanpa arti mengalir dari bibirnya. “Ah, kalian membuat rinduku hilang,” lelaki senja berkata pada dirinya sendiri.

Ini bulan kedua, lelaki senja tak bersama Vanessa dan Pedagi setiap harinya. Mereka berpisah untuk melakoni suratan kehidupan yang dibuatnya sendiri. Mereka harus menyimpan sekaligus menjaga kerinduan bersama, yang akan ditumpahkan kala ritus perjumpaan tiba.

Lelaki senja hidup dalam kesendiriannya. Menikmati ruang-ruang tanpa gerak. Hanya coretan-coretan dinding hasil goresan tangan Vanessa. Hanya suara monolog dari tabung berkaca. Kadang huruf-huruf yang tak beraturan mengganggunya agar segera merangkainya menjadi sebuah kata. Walau tanpa makna, lelaki senja berusaha memungut huruf-huruf itu. Letih tergurat di raut wajah. Lelah menyerang jemari yang menari tanpa harmoni di tuts-tuts.

Malam ini, ketika hidup terlelap. Jemari lelaki senja masih menari. Ia mencoba mencurahkan kerinduan pada Vanessa dan Pedagi dalam ruang kata. Membangun satu kalimat yang tergiang dalam kerinduan. Tak ada yang bisa dibuat. “Ah, kalian selalu melahirkan sebuah kerinduan,” kata lelaki senja dalam hatinya.

Suara kodok berlomba meramaikan malam. Jangkrik sesekali ikut bernyanyi. Lain detik, cicak dan nyamuk beradu keras. Dentangan tiang listrik yang dipukul peronda menambah keramaian malam. Lelaki senja tenggelam dalam ruang kata. Ketukan jemarinya pada tuts-tuts menjadikan malam kian ramai. Namun lelaki senja hanya bisa berbicara pada dirinya sendiri. (*)

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code