Wednesday, March 16, 2011

Tak Perlu Sedih karena Hujan

Senja ini, tak ada semburat yang biasa kupandang. Sinar kuning keemasan tertelan kabut hitam. Apakah hujan akan turun? Lalu kemanakah pelangi yang kerap melukis langit dengan warna-warni apiknya? Lantas apa yang harus aku nikmati dari senja tanpa semburat jingga itu?

Ahh.....kegaduhan dan keriuhan di halaman rumahku hilang. Anak-anak yang sejak pukul tiga bermain berpulangan. Senja sudah datang. Namun cahayanya tidak membuat orang-orang bertahan lama di luar. Mereka memilih masuk ke rumah. Bukan untuk berkemas, tetapi menikmati rinai hujan dari balik jendela.

Ini senja gelap yang kembali kunikmati. Alam seolah mensyaratkan bahwa hujan akan segera turun. Rinainya sudah mulai berjatuhan. Menghapus debu yang sejak sepekan memenuhi ruang jalan. Debu-debu yang kerap melahirkan batuk-batuk kecil pengguna jalan.

Bulir-bulir air mulai jatuh. Awalnya satu satu. Kini iramanya sudah tidak beraturan. Gemuruh suara di atap melahirkan disharmoni yang tak seimbang. Orang-orang berlomba menadahnya. Ember, baskom, hingga tong air dibiarkan menganga. Berharap air singgah dan tertampung. Air untuk sebuah kehidupan.

Jangan pergi sebelum hujan reda. Temani aku menikmati tariannya. Biarkan rintiknya membasahi tulang belulang yang berserakan. Hingga suatu hari, tulang-tulang itu bersatu. Memulai kehidupan yang sesungguhnya.

Tak perlu menangis karena hujan. Tak usah bersedih karenanya. Bercerialah karena hujan itu anugerah. Hujan membawa kita menuju sebuah peradaban baru. Ia menghapus semua luka dan sedih. Jangan bertengkar karena hujan. (*)

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code