Tuesday, January 4, 2011

Ruang Bermain Pedagi

Langit di atas Soja cerah. Riuh anak-anak bermain di jalan. Halaman rumah tak lagi cukup untuk bermain. Selain ukurannya yang kecil, halaman juga sudah dipenuhi tumbuhan lain. Ruang bermain di perkotaan semakin sempit.

Vanessa dan Pedagi juga bermain. Di halaman rumah ayahnya yang seukuran meja pingpong, cukuplah sekadar berjingkrak, berlarian kecil, kemudian duduk-duduk di atas semen dipenuhi pasir. Vanessa yang sudah lima tahun mengayuh sepeda kecilnya. Pedagi yang baru lima bulan hanya senyum-senyum di atas rodanya. Sesekali ia tertawa menampakan deretan gusinya yang belum ditumbuhi gigi.

Main di halaman kecil itu sudah rutinitas dua malaikat kecilku. Mereka memberi warna dalam bahtera cinta kami. Kadang membuat kesal, lain waktu mengajak tertawa. Ada suka, juga sedih. Ada keceriaan, ada kegelisahan. Dari semua itu, Vanessa dan Pedagi memberi keindahan dalam rumah kami.

Senja di Soja sedang tak bersahabat. Semburat jingga kalah oleh pekatnya awan hitam yang berarak. Butiran air mulai menetes pertanda hujan segera datang. Layang-layang yang menari di angkasa merayakan senja sudah turun. Keceriaan Vanessa dan Pedagi bermain di halaman berubah kekecewaan. Hasrat ingin menghabiskan senja pupus mana kala hujan mulai membasahi bumi.

Semburat senja benar-benar sirna. Ia terhapus oleh hujan yang mengucur deras. Halaman harus rela menikmati tubuhnya ditimpa butiran hujan. Jalan-jalan berlobang mulai tergenang. Anak-anak ayam yang harus pulang kandang ceriwitan mencari induknya. Hujan memaksa mereka harus berpisah.

Suara azan magrib menggema menembus hujan. Panggilan Ilahi itu mengajak manusia untuk bersyukur atas anugerah hujan. Orang-orang Soja bergegas menyucikan diri dengan berwudhu, agar lebih pantas memuja yang Esa.

Hujan belum juga reda ketika senja benar-benar tertelan malam. Vanessa dan Pedagi hanya berdiam diri di rumah. Menatap hujan dari balik jendela. Menghitung derap kaki orang-orang Soja yang lewat. Mendekap manja bahu sang ibu. Bergelayut manja di lengan kekar sang ayah. Sebuah harmonisasi kehidupan yang penuh kedamaian.

Larut mulai menyapa hari. Tak ada lagi suara hujan. Vanessa dan Pedagi sudah berlayar dalam alam tidurnya. Entah ia bermimpi atau tidak. Keduanya terlelap dalam keletihan bermain sepanjang hari. Sesekali dengkur Pedagi menghadirkan senyum. Sesekali lenguhan Vanessa mengeluarkan kedamaian.

Vanessa dan Pedagi benar-benar inspirasi kehidupan. Keduanya lahir dari rahim kebahagiaan. Mereka datang untuk melengkapi kekurangan hidup bagi kedua orangtuanya. Vanessa dan Pedagi menjadi ruang kehidupan yang tanpa batas. Mereka lahir atas nama cinta. (*)

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code