Friday, December 31, 2010

Hidupku Kehidupan

Semburat senja melukiskan keindahan di ujung kaki langit sebelah barat. Sekawanan burung menari menggoda awan hitam yang merusak semburat jingga. Mereka menukik dan mengangkasa mengikuti irama jangkrik yang mulai menyapa malam. Lukisan senja mengiringi derap kaki petani pulang ke rumah.

Anak-anak desa bertelanjang dada mengitari pematang sawah. Berlarian menyusuri petak-petak padi yang menjuntai. Bulir-bulir kuning keemasan merunduk menyentuh tanah. Sebuah keikhlasan dengan ketulusan hati memuji Sang Agung.

Asap mengepul dari sela-sela atap daun. Menerobos pori-pori dinding kayu yang mulai termakan rayap. Seorang perempuan terus meniup api di tungku. “Agar asap segera berlalu,” batinnya.

Burung malam mulai bersenandung. Detik-detik jam dinding seirama. Jangkrik pun riuh memperdengarkan kemerduan yang berpadu dengan hembusan angin. Anak-anak ayam resah menunggu induknya yang belum pulang. Mereka rindu dekapan sang ibu yang penuh kasih sayang.

Rombongan semut memanjang bak antrean kendaraan di jalan tol yang macet. Mereka beranjak pulang ke sarang sambil membawa sesajen untuk sang Ratu. Semut mengajarkan kesetiaan pada keluarga besarnya. Semut mengajarkan pada manusia arti sebuah demokrasi tanpa harus bersengketa karena bekerja tanpa henti. Semut sungguh mahluk mulia yang patut mendapat standing applause.

Di rumah berdinding bambu, lelaki tua sedang mengurung diri. Merenungi perjalanan hidupnya setelah menziarahi 365 hari. Ia menunggu detik-detik perjalanan hidup 365 hari berikutnya. Hari ini, ia akan mulai menziarahi semua hari yang sama. “Aku ingin berubah.”

Hidup dengan kesendirian membuat lelaki itu kehilangan laku. Ia berkelana dalam keniscayaan hidup. Tanpa tujuan ia arungi semua hari. Kehidupannya terombang di tengah lautan masalah. Keputusasaan menghampiri hingga nyaris membuatnya mengakhiri perziarahannya di dunia. Hari baginya sudah tidak bermakna.

Hari ini, ia mulai menggali makna dari sisa hidupnya. Keberaniannya untuk menjalani sisa hidup adalah sebuah pilihan yang benar. Ia menemukan semangat yang tercecer di persimpangan. Ia mengembalikan rasa percaya dengan tekad mengubah hidupnya. Lelaki itu mengumpulkan semua lelaku yang selama ini tercerai. “Hidup harus aku arungi.”

Tanpa sadari, ia menemukan dirinya di sudut pagi. Di ujung kaki langit sebelah timur, semburat fajar sudah menyala. Malam akan segera berganti. Bulan sudah hendak pulang. Saatnya matahari bertugas. Memaparkan sisa embun yang masih tersisa di dedanunan. Menghangatkan tubuh-tubuh mungil yang memerlukan vitamin.

Lelaki itu menguap. “Ah, hari baru sudah mulai.” Selamat tahun baru. (*)

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code