Tuesday, December 21, 2010

Natal Pedagi

Hujan turun sejak pukul tiga. Sudah empat jam, belum juga reda. Desember memang kerap diguyur hujan. Kadang turun dini hari, lain waktu turun siang hari. Kadang lain, hujan turun senja bahkan malam hari. Sebagian bilang itu anugerah. Tapi tidak sedikit yang menggerutu karena aktivitas terhambat.

Pagi pukul tujuh. Hujan belum berhenti. Genangan air di jalan berlubang terpercik kala roda kendaraan menggilasnya. Anak-anak berjingkrak menghindari lubang berair itu. Sebagian menaikkan celana panjangnya agar ujungnya tidak basah. Seorang perempuan berbaju hitam memakai payung menuju warung kelontong.

Di rumah nomor tujuh ada aktivitas lain. Empat penghuni rumah sibuk. Ibu membawa koran-koran bekas di ruang tamu. Ayah menurunkan dua kotak dari plafon rumah. Isinya dua pohon cemara plasti. Dari gudang, diambil kotak berisi lampu kerlap kerlip, dan beberapa aksesori lainnya.

Si sulung, Vanessa sibuk mencoret buku-buku tulisnya. Membuat kalimat-kalimat yang kemudian dibacanya sendiri. Bocah lima tahun yang baru menginjak prasekolah di Taman Kanak-kanak Pasifikus itu membuat gambar spongebob dan patrick. Dua tokoh yang dalam kartun Spongebob squarepants. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, sambil sarapan, ia selalu menonton kartun ini.

Bosan menggambar, ia berlari ke kamar. Berteriak dengan nada memelas, “Hidupkan tape.” Lagu anak-anak dari kaset yang kubeli seharga Rp23.000 berulangkali diputarnya. Begitu seringnya, Vanessa hafal lagu-lagu itu. Walaupun beberapa kata tidak sempurna diucapkannya. Ia punya bakat menyanyi.

Si bungsu, Pedagi hanya senyum melihat laku kakaknya. Bocah lima bulan itu baru bisa tengkurap dan merayap. Sesekali ayah ibunya direpotkan karena ia merayap daerah-daerah yang membahayakannya. Kadang ia mengeluarkan teriakan. Sesekali menangis. Merengek minta digendong.

Ibu mulai memasang koran-koran bekas di bawah akuarium. Ia membentuknya seperti sebuah gua bersegi empat. Sebuah papan triplek dipasang sebagai lantainya. “Ini untuk menaruh domba-dombanya,” kata si Ibu. Di samping gua, ditempatkan sebuah meja berukuran kecil. Ia membungkusnya dengan koran bekas. Di atasnya terpasang sebuah pohon cemara plastik. Kemudian di atas akuarium, juga dipasang pohon cemara plastik lainnya.

Si sulung yang sudah bosan bernyanyi mengambil aksesori di kotak kecil dari gudang. Ia mulai memasangnya di dahan-dahan cemara. Kadang melompat ia menggapai dahan tertinggi. Ia juga meminta bantuan ayahnya untuk memasang pada ujung pohon plastik itu. Vanessa bersiap menyambut natal.

Tahun ini, kami kembali tidak pulang kampung. Walau ada waktu untuk libur, tapi kami sepakat merayakan kesederhanaan natal di Soja yang permai itu. Kami juga sepakat membuat gua natal yang sederhana. “Biar kelihatan kalau merayakan natal.” SELAMAT NATAL....

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code