Sunday, July 4, 2010

Lelaki di Ujung Juni

Pukul 16.00 pada 30 Juni 2010. Shogun biru memasuki halaman sebuah klinik di Kota Baru Ujung. Seorang perempuan meringis kesakitan turun dari sadel shogun. ''Sakit.''

Rabu petang itu cerah. Walau awan menodai kecerahannya, tetap saja matahari mampu menembusnya. Angin bertiup pelan seolah-olah ingin menghibur kegalauanku. Aku sedang menunggu seorang bayi dari rahim istriku.

Bidan Rahayu Budi Utami menyambut dengan senyum. Seorang stafnya kemudian memeriksa istriku di kamar KIA. Kemudian masuk ke kamar partus. Bidan Yayuk, begitu bidan itu biasa dipanggil, memeriksa dengan intensif.

''Sebentar lagi lahir,'' kata Bidan Yayuk.

Aku dan anak pertama kami, Vanessa menunggu di luar ruangan. Vanessa yang biasanya ceria kini jarang ngomong. Ia sedang terserang sariawan. Sudah tiga hari ini, ia malas buka mulutnya. Caca, begitu kami memanggilnya, suka merengek menahan perih di mulutnya.

Bidan Yayuk keluar masuk ruangan. Selain menangani istriku, ia juga memeriksa pasien lainnya. Setiap keluar ruangan partus, dia selalu tersenyum. Ia juga bilang, ''Sebentar lagi.''

Dari luar kamar, kudengar jerit kesakitan istriku. ''Sakit Bu.'' Bidan mencoba menenangkannya. ''Tari nafas panjang.'' Aku di luar ruangan juga gundah. Hanya sebait doa yang kusampaikan. Agar proses persalinan istriku bisa berjalan lancar.

Pukul 18.30, anakku yang kedua pun menatap indahnya dunia. Tangisan pertamanya mengisi ruangan kecil persalinan.

Bayi mungil itu laki-laki. Rambutnya lebat. Kulitnya putih. Beratnya 3,5 kilogram, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 33 cm, dan panjangnya 48 cm. Dia belum kuberi nama. Dan, akan kuberi nama.

Selamat datang, anakku. Nikmatilah keindahan dunia ini. Tersenyumlah karena dunia ini akan menjadi milikmu. Menangislah sekuat-kuatnya karena hidup ini untuk dirayakan. (*)

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code