Wednesday, April 21, 2010

Empat Tahun, 2.545 Lalat

Lelaki itu bergerak perlahan. Tangan kanannya memegang rotan yang ujungnya dianyam pipih. Rotan itu diangkat. Sekali tepuk. Prokkk...seekor lalat terkapar.

Sudah empat tahun, lelaki itu membunuh lalat. Setiap lalat yang mati ia catat pada selembar kertas bekas penanggalan. Selama empat tahun itu, lelaki yang sudah meninggal sejak 1999 itu berhasil membunuh 2.545 ekor lalat. Angka itu tertulis pada kertas yang masih tersimpan di rumahnya di Angan Tembawang.

Lelaki itu bernama Jaban. Orang Angan biasa memanggilnya Gayon. Sampai sekarang tidak ada yang tahu, bagaimana ceritanya orang-orang kampung memanggilnya begitu, bahkan isterinya, Latji juga tidak tahu. Sungguh nama alias yang misterius.

Saat meninggal lelaki penepuk lalat itu berusia 75 tahun. Itu pun setelah berjuang melawan penyakit kelumpuhan yang dideritanya sejak lima tahun sebelum meninggal. Sungguh lelaki yang kuat dan perkasa.

Menepuk lalat menjadi hiburan bagi Jaban. Sebagai putra bungsunya, saya tahu itu dilakukannya untuk menghibur diri. Ia ingin membuang kejenuhan karena penyakitnya yang tidak mungkin sembuh. Menepuk lalat menjadi memori yang paling kuingat dari seorang ayah.

Jaban memiliki postur tubuh yang terbilang tinggi untuk ukuran orang Dayak, bahkan Indonesia. Tingginya sekitar 175 sentimeter. Hidungnya mancung agak membengkok. Rambutnya ikal. Rajin dan ulet. Berprinsip tegas dalam mendidik anak-anaknya. Punya semangat yang tinggi untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. Padahal ia hanya seorang petani biasa yang hanya mengandalkan kebun karet saja.

Jaban tidak sekolah tinggi. Ia hanya sekolah rakyat. Baginya cukuplah bisa baca tulis. Sedangkan istrinya buta huruf. Namun bisa menghitung uang.

Sekarang Jaban alias Gayon sudah tidak ada. Ia mengarungi perziarahan di kehidupan lain. Selamat jalan, Ayah. Aku rindu padamu. (*)

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code