Thursday, January 1, 2009

Satu Hadiah Malam Tahun Baru

Tak ada yang istimewa dari pergantian tahun ini. Semua berjalan apa adanya. Berjalan seperti biasa. Hanya doa-doa yang teruntai: ingin anugerah terindah tetap diberikan dalam melakoni tahun yang baru ini.

Usai magrib, saya baru pulang dari bermain futsal. Ini permainan yang terakhir pada 2008. Awak redaksi Pontianak Post yang penggila futsal berharap bisa bermain lagi pada tahun berikutnya.

“Tentu saja, kita akan main terus,” kata Salman, pemimpin redaksi dari koran Pertama dan Terutama di Kalimantan Barat itu.

Istri dan anak semata wayang menunggu di rumah. Mendengar derum sepeda motor shogun 125R biru, Vanessa langsung menghambur keluar.

“Ayah, baru pulang main bola, ya,” tanya bocah yang baru tiga tahun itu.

Ia memberikan senyumnya. Kemudian berlari menuju meja plastik biru di dekat pintu masuk kamar tidur utama. Ia mengambil satu buku dan spidol warna. Mulai menulis angka-angka yang bisa ia tulis. Lima menit berlalu, ia datang lagi kepada saya yang sudah duduk di bangku sambil menikmati air putih. Ia tunjukkan hasil coretannya. Walau tak sempurna, angka 1 sampai 4 berhasil ditulisnya. Ia belum bisa menulis 5 dan 6. Tapi Vanessa bisa menulis angka 7 dan 8. Ia juga menulis 10, tapi belum bisa menulis angka 9.

Ibunya keluar dari dapur. “Kemana kita malam ini, Yah,” tanyanya.

“Jalan-jalan,” jawabku sekenanya.

Usai mandi, kami siap-siap mau jalan-jalan. Lihat orang-orang merayakan malam tahun baru. Malam pergantian tahun tikus ke tahun kerbau. Tahun yang diharapkan bisa menjadi lebih baik. Semua sudah rapi. Vanessa pakai baju serba pink. Ayah ibunya pakai baju merah. Kompak!

Begitu keluar gang, kami disuguhkan musik-musik dengan suara keras dari panggung-panggung rakyat. Ada yang sekedar menonton memenuhi bahu jalan. Ada juga yang jingkrak-jingkrak. Tapi ada yang selintas lalu.

Sepeda motor kupacu melintasi jalur-jalur protokol. Mulai dari Sutan Syahrir, Sutan Abdurachman, masuk ke Ahmad Yani. Singgah sebentar di satu rumah makan. Sudah waktunya makan malam. Habis makan, kami bertiga melintasi jalan Ahmad Yani. Singgah sekejap di depan Gedung Kartini.

“Beli terompet.”

Graha pena tetap menjulang di tengah keramaian Jalan Gajahmada. Gedung biru tempat saya menuangkan karya-karya jurnalistik itu sudah mulai ramai. Tikar sudah terhampar di bawah tenda biru. Sepeda motor terparkir rapi. Anak-anak berlarian. Mereka berteriak, bermain lepas. Lantunan nada-nada dari organ tunggal mengalun lembut. Melahirkan irama yang indah memeriahkan tahun baru.

Anak saya juga bermain. Ia berlari sesuka hatinya. Kadang lari ke ibunya yang duduk di tangga depan lift. Kadang ke saya yang ngobrol bersama orang-orang sekantor. Sesekali merengek minta gendong. Sesekali berjoget mengikuti alunan irama organ tunggal. Terkadang asyik bergaya biar dijepret kamera. Enjoy aja!

Ini peringatan tahun baru sederhana yang dipenuhi doorprize dari sponsor. Tetamu yang datang diberi tiga kupon sesuai dengan rombongannya. Saya dapat nomor 7, 63, dan 64.

“Mudah-mudahan kita dapat lagi,” kata istri saya.

Acara dimulai sekitar pukul sembilan malam. Welsi yang jadi pembawa acara membuka dengan basa basinya. Games menebak judul lagu dan goyangan anak-anak kecil. Usai games, pencabutan undian dimulai. Saya salah satu yang beruntung: voucher makan di Hotel Mahkota senilai seratus ribu rupiah.

“Jadilah daripada tidak dapat,” kata saya pada istri.

Kami pulang dari acara itu sekitar pukul setengah sebelas malam. Tahun sudah berganti. 2008 telah usai. 2009 sudah datang. Selamat tahun baru. Happy new year. (*)

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code