Friday, January 11, 2008

NSOYO


Ketika pergantian tahun baru masehi, terompet menjadi alat tiup yang favorit. Pedagang menjualnya pada perempatan jalan-jalan protokol. Tetapi ada terompet yang hanya boleh ditiup satu tahun sekali. Itupun kalau ada ritual adat notonkg yang digelar masyarakat subsuku Dayak Angan. Sebuah malam di rumah Tumenggung Dayak Angan. Tumenggung Lamat memimpin langsung pertemuan tersebut. Hadir sejumlah penatua-penatua adat. Mereka membahas rencana ritual adat notonkg yang selalu digelar setiap tahunnya. Pertemuan alot pada penentuan waktu pelaksanaan notonkg, karena dikaitkan dengan tanggal dan hari bagus menurut perhitungan paranormal.

Dua jam berlalu, pertemuan itu memutuskan gawe notonkg akan dilaksanakan dua pekan mendatang. Penentuan waktu ini disertai dengan pemukulan gong. “Ini gawe kita bersama. Jadi haruslah laksanakan dengan sebaik mungkin,” kata Lamat menutup pertemuan malam itu.

Penetapan waktu pelaksanaan notonkg, menghadirkan kegembiraan bagi anak-anak. “Kami bisa niup nsoyo lagi,” kata Mindo, seorang anak yang baru berusia delapan tahun. Namun keinginan itu harus ia pendam hingga sepekan sebelum pelaksanaan notonkg.
Nsoyo merupakan terompet yang terbuat dari daun kelapa muda. Proses pembuatannya dianyam sehingga membentuk terompet. Semuanya berasal dari kelapa, mulai dari lidahnya hingga penjepitnya. Daun kelapa muda diambil karena mudah mendapatkannya dan menganyamnya.

“Nsoyo jadi simbol keakraban masyarakat Angan. Nsoyo adalah terompet yang dibunyikan ketika gawe notonkg digelar. Kami memberi waktu satu minggu untuk membunyikannya. Setelah itu dipantangkan. Ini simbol menyambut kedatangan tamu yang hadir dalam gawe tersebut,” jelas Lamat.

Biasanya anak-anak usia sekolah yang membunyikannya sebagai petanda menyambut tahun baru. Sebab, pagelaran notonkg diibaratkan dengan perayaan tahun baru, seusai panen. Permainan terompet ini berlangsung selama sepekan. Dihentikan ketika ritual notonkg sudah digelar.

Namun dalam masyarakat ilmiah, terompet didefinisikan sebagai alat musik tiup logam. Terletak pada jajaran tertinggi di antara tuba, eufonium, trombon, sousafon, French horn, dan Bariton. Terompet di-pitch di B. Terompet hanya memiliki tiga tombol, dan pemain terompet harus menyesuaikan embouchure untuk mendapatkan nada yang berbeda.

Nsoyo dan notonkg adalah ritual adat masyarakat Dayak Angan. Komunitas ini terletak di Kecamatan Jelimpo, Kabupaten Landak, Propinsi Kalimantan Barat. Di dalamnya ada miniatur kehidupan subsuku Dayak Angan. Desa itu terletak di bagian timur Provinsi Kalimantan Barat, sekitar 200 kilometer dari ibu kota provinsi, Pontianak.

Cukup sulit menjangkau desa ini karena sarana transportasi jalan belum representatif. Bahkan beberapa jembatan penghubung juga sudah rusak. Jarak tempuh dari Kota Ngabang sekitar 30 kilometer, yang bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua atau berjalan kaki.

Desa ini memiliki tujuh dusun, yakni: Rumah Angan, Angan Bangka, Angan Tutu, Angan Landak, Angan Limau, Angan Pelanjau, dan Angan Rampan. Penduduk yang jumlahnya sekitar 500 kepala keluarga mengandalkan sektor pertanian dan perkebunan untuk penghasilan.

Lamat menjelaskan, nsoyo terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama yakni lidah yang merupakan bagian untuk meniup. Panjang lidah ini beragam antara setengah sentimeter hingga satu sentimeter. Jika panjang, maka bunyinya akan bariton. Jika pendek, maka suaranya cenderung tenor.

Bagian kedua merupakan tubuh nsoyo. Penganyaman daun kelapa muda dengan cara melilitkan pada tepi-tepi daunnya. Semakin banyak daun yang dipakai, maka semakin besar nsoyo-nya. Sehingga suara yang dihasilkan jika ditiup juga semakin beragam.
Kemudian bagian terakhir adalah penjepitnya. “Bisa menggunakan lidi dari kelapa, bisa juga duri dari kaktus. Kalau sekarang penjepitnya bisa diganti dengan staples,” kata Among, Ketua Adat Dayak Angan di Desa Angan Tembawang, Kecamatan Jelimpo, Kabupaten Landak.

Makna lain dari nsoyo adalah sebagai alat untuk mengundang temuai (tamu agung) agar sudi datang ke pesta gawai padi atau tahun baru padi. Sekaligus upacara adat notonkg, yang dimaknai memberi makan kepada abak panggel, sebagai pusaka masyarakat Dayak Angan Tembawang.

Di sebut begitu, karena tradisi notongk Dayak Angan memberikan penghormatan kepada abak yang telah menjadi pusaka, yang disebut abak panggel, karena bukan hasil mengayau atau bekayau.

Bagi orang Dayak Angan, nsoyo bisa bermakna ganda. Selain untuk menyambut temuai, nsoyo juga untuk mencegah masuknya komunitas jahat yang selalu mengganggu kawasan pertanian rakyat. “Nsoyo juga untuk mengusir roh-roh jahat, yang kerap mengganggu kampung. Selama satu minggu membunyikan nsoyo, roh-roh yang jahat tidak akan bisa masuk ke kampung untuk mengganggu ritual adat yang dilaksanakan,” jelas Among. Nsoyo juga berfungsi sebagai alat untuk tolak bala.

Notonkg telah menjadi tradisi Orang Angan sejak 200 tahun silam. Namun tengkorak yang dimiliki Orang Angan bukanlah hasil bekayau, melainkan abak panggel karena menyerahkan diri untuk menjadi pusaka.

Dalam masyarakat modern, terompet sangat identik dengan pergantian tahun. Tak mengherankan, jika setiap pergantian tahun baru banyak pedagang yang menjajakan terompet. Warga pun rela merogoh kantongnya untuk membeli terompet yang dijual setahun sekali tersebut.

Terompet juga sebagai simbol untuk mengungkapkan kebahagiaan dan untuk memeriahkan suasana tahun baru. Selain itu juga ada mitos mengapa menggunakan bunyi-bunyian (petasan, terompet, klakson, sirine, dll.) pada saat tahun baru yaitu untuk mengusir iblis, setan, dan roh-roh jahat serta untuk menangkal ketidakmujuran di tahun yang baru, mitos ini terutama berasal dari China. (*)

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code