Wednesday, October 3, 2007

Eleganitas Incumbent

Peraturan Pemerintah berpihak pada incumbent. Walau masih berkuasa, mereka tidak diwajibkan mundur jika ingin mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah. Namun masyarakat masih menanti elegan tidaknya sang incumbent untuk mundur dari jabatannya. Ajakan moral agar incumbent secara elegan mundur dari jabatannya sebagai kepala daerah, baik gubernur maupun bupati, muncul dari Anggota DPR RI asal Kalimantan Barat HM Akil Mochtar SH MH. Ajakan itu dilontarkannya ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalbar menetapkan pasangan calon yang akan bertarung dalam pilkada 15 November mendatang.

Akil yang juga calon dalam pilkada itu mengajak secara terbuka kepada publik agar pasangan yang incumbent harus bisa bersikap elegan untuk mengambil langkah mundur. “Karena itu akan memperlihatkan sikap patriotisme dan kekuatan incumbent. Sehingga pelaksanaan pesta demokrasi yang sehat dan adil dapat dilakukan,” kata Akil.

Calon gubernur baru ini mengemukakan anggapan masyarakat yang tidak bisa ditepis oleh pasangan incumbent karena tidak mengundurkan diri adalah kampanye menggunakan fasilitas negara. Walaupun kegiatan yang dilakukan kepala daerah tersebut dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat. “Jika incumbent mengundurkan diri, anggapan itu tidak akan muncul. Sehingga pelaksanaan pilkada yang demokratis bisa diwujudkan,” katanya.
Anggota Komisi III DPR RI itu menyadari kalau tidak ada peraturan perundang-undangan yang mewajibkan incumbent mengundurkan diri. Namun sikap elegan haruslah muncul dalam diri incumbent itu sendiri. “Kalau incumbent punya sikap elegan, ada atau tidak aturan yang mengatur mereka harus mundur dari jabatan. Dimiliki atau sikap elegan itu, masyarakatlah yang melihat dan menilai pasangan incumbent,” tutur Akil.

Apa kata incumbent? Gubernur Kalbar Usman Jafar memastikan tidak akan menggunakan sikap elegan itu. Ia bahkan mengatakan hingga akhir masa jabatan tidak akan cuti dari kursi gubernur, walaupun maju dalam Pemilu Gubernur Kalbar, pihaknya tetap menjalankan kewajibannya.

Usman juga memastikan akan melaksanakan kewajiban menjalankan roda pemerintahan hingga berakhir masa jabatan dengan secara bergantian dengan wakil gubernur. "Tidak, saya tidak cuti. Hanya saja akan bergantian kerjanya," ungkapnya.

Ia menambahkan, hal ini juga termasuk dalam pelaksanaan kampanye. Walau keduanya kembali maju sebagai pasangan calon kepala daerah. Menurut Usman pelaksanaan pemerintahan daerah akan tetap jalan dengan menggerakkan seluruh perangkatnya.

Tidak adanya aturan yang mewajibkan incumbent mundur, membuat KPU tidak bisa mengambil bertindak. “Perubahan aturan membolehkan incumbent maju lagi dalam pilkada tanpa harus mengundurkan diri dari jabatannya. Di mana calon kepala daerah yang masih menjabat ketika kampanye hanya cuti saja, tanpa meninggalkan tugas pokok sebagai kepala daerah atau mengundurkan diri,” kata Ketua KPU Kalbar Aida Mokhtar.

Menurut dia, KPU hampir di semua daerah yang kepala daerah lama maju kembali dalam pilkada telah memberikan masukan kepada KPU pusat maupun pemerintah. Lanjut dia, masukan itu tentang incumbent yang maju kembali dalam pilkada. “Namun, aturan yang dikeluarkan pemerintah seperti sekarang adanya. KPU sebagai penyelenggara hanya bisa menjalankan aturan yang ada,” tutur Aida.

Keberpihakan aturan kepada incumbent setelah Peraturan Pemerintah menerbitkan PP Nomor 25 Tahun 2007 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, pada 18 April 2007 di Jakarta.

Perubahan ini dilatar belakangi oleh kasus yang terjadi pada Pemilihan Gubernur Banten tahun 2006. Jadi setelah dilakukan uji materiil terhadap PP Nomor 6 Tahun 2005 dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 maka dikaji lebih dalam ada beberapa pasal pada PP Nomor 6 tersebut yang kurang sejalan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Jika sebelumnya diatur apabila seorang kepala daerah mencalonkan diri kembali, maka diharuskan mengundurkan diri. Dari putusan Mahkamah Agung (MA) tersebut menyatakan kepala daerah yang mencalonkan diri di daerahnya atau di daerah lain tidak wajib mengundurkan diri, sepanjang melakukan cuti saat menjalankan kampanye.

Sebagaimana diketahui, dalam Pasal 40 ayat 1 dan 2 PP Nomor 25 Tahun 2007 dinyatakan bahwa Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah yang dicalonkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai politik menjadi Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah harus menjalani cuti di luar tanggungan negara pada saat melaksanakan kampanye.

Untuk Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota yang dicalonkan oleh Parpol atau Gabungan Parpol menjadi Gubernur atau Wakil Gubernur harus menjalani cuti di luar tanggungan negara pada saat melaksanakan kampanye.

Pemerintah memutuskan kepala daerah yang ingin mencalonkan kembali (incumbent) dapat mengambil cuti sehingga tidak perlu mundur. Hal itu merespons putusan Mahkamah Agung (MA) RI No 41 tahun 2006 terkait uji materil Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2005.

Pasal 79 UU 32/2004 menyebutkan, salah satu ketentuan bagi pejabat negara yang menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, dalam melaksanakan kampanye harus berstatus cuti di luar tanggungan negara. Pengaturan lama cuti dan jadwal cuti, memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Putusan MA Nomor 41/P/HUM/2006 tertanggal 21 November 2006 menyebutkan, pejabat incumbent harus mundur jika akan mencalonkan diri kembali dan berlaku di manapun dia mencalonkan diri. Kata-kata 'di daerah lain' dalam pasal 40 ayat (1) PP No 6 Tahun 2005 tentang Pilkada dihapus karena dinilai mengandung unsur diskriminatif. (*)

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code