Thursday, April 5, 2007

MEMBERI MAKAN ABAK PANGGEL

Tradisi notongk Dayak Angan memberikan penghormatan kepada abak yang telah menjadi pusaka, yang disebut abak panggel, karena bukan hasil mengayau atau bekayau. Dukun Kepala Notonkg, Jungki menceritakan kembali bagaimana abak panggel itu menjadi begitu keramat.

Tidak ada catatan yang pasti mengenai kapan abak panggel ini menjadi bagian dari pusaka Dayak Angan. Bagi Dayak Angan catatan waktu, seperti hari, bulan, dan tahun tidak begitu penting, sehingga tak ada dokumen yang pasti tentang keberadaan pusaka leluhur tersebut.

Dua abad lalu, A Ghu, seorang musafir keturunan Tionghoa tersesat di pondok Nek Macan Pa'inkg di Mawankg Karangking. Ketika malam tiba, Macan Pa'inkg berniat memenggal kepala musafir tadi. A Ghu, sang musafir menerima dengan syarat 'memberinya' makan setiap tahun. Yakni: jika notongk tiga hari tiga malam, harus diberi makan ikan seluang, ikan lele, dan ikan gabus, tetapi kalau satu hari satu malam, hanya berupa sesajen saja. Itulah pesannya.

Nek Macan Pa'inkg setuju. Saat itulah, leher A Ghu dipenggal. Nek Macan menjerang air dalam kawah (kuali besar) sampai mendidih. Kepala musafir dicelupkan untuk melepaskan kulit dan rambut-rambutnya. Setelah itu, ia pulang ke kampung dan memberitahu orang ramai.
Konon, tungku untuk merebus air itu terbuat dari sepotong kayu ulin atau belian yang jumlah tiga potong. Salah satu dari potongan itu selalu dibawa berpindah-pindah oleh Nek Macan Pa'inkg. Setelah empat kali berpindah dan menetap (yang sekarang) di Desa Angan Tembawang, tungku itu ditancapkan di tengah kampung.

Tungku tersebut bertunas dan tumbuh menjadi kayu belian yang besar dan rindang. Pohon belian yang besar tersebut juga menjadi salah satu tempat keramat bagi Dayak Angan. Pohon belian tersebut memiliki ketinggian sekitar 50-70 meter dengan diameter kurang lebih 1,5-2 meter. Hingga kini, pohon itu masih bisa dilihat karena selain rindang juga tempat sangat strategis di tengah kampung dan dipinggir Sungai Angan. Dayak Angan yang menggunakan bahasa Be Aye dalam kesehariannya berupaya keras menjaga kearifan lokal terutama tradisi budaya. (*)

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code