Monday, November 8, 2010

Aku, Huruf, dan Kata

Aku tak tahu lagi harus menulis apa. Aku juga bingung harus mulai dari mana. Semua kata yang kurangkai seolah tak memberi makna. Setiap kata yang coba kutulis terasa hambar. Jika pun kalimat yang terangkai itu bermakna, ia tidak memiliki keterkaitan. Mereka lepas bak anak-anak gabus yang dimuntahkan induknya.

Rangkaian kata-kata, yang sebenarnya memiliki jutaan makna, menjadi tak berarti kala kurangkai jadi satu kalimat cinta. Ia sudah kehilangan keindahan. Kehilangan identitas. Ia hanya pasrah pada titik yang membuat berhenti.

Aku, bahkan, tak sanggup lagi menyatukan huruf yang berserakan. Bergelimpangan bak sampah busuk yang baunya menyengat. Sungguh, huruf-huruf itu berteriak di antara deru angin yang menerbangkannya bersama debu jalanan. Aku bahkan tak sanggup menyelamatkan satu huruf pun untuk ditata menambah kekurangan pada sebuah kata.

Huruf-huruf terus menyisakan kegalauan. Rangkaian kata-kata masih mengumbar kegamangan. Kaitan kalimat-kalimat belum memberi jawab. Berhenti sejenak pada koma, tanpa menyisakan tanda tanya di belakangnya. Dan, ketika titik menjelang, tanda seru pun terabaikan.

Aku berjalan mengikuti arah angin yang menerbangkan huruf. Aku berlari bersama laju angin mengejar kata. Aku terjerembab pada kalimat yang tersandunh kerakal tajam dan terhempas di ujung jemari. Debu-debu dan daun kenanga tersenyum mengejek. Aku tak sanggup untuk memarahinya, atau sekadar menggerutu.

Rasanya aku kehilangan identitas saat mulai menemukan sekumpulan huruf di bawah kenanga. Aroma bunga yang menyentak hidung membuatku mabuk. Mataku berkaca, jiwaku melayang. Huruf-huruf itu menari salsa seraya mengajaku untuk mendekapnya. Aku semakin kehilangan.

Aku menemukan kata di balik banir kenanga. Ia tak sanggup berdiri. Bicara pun tak sanggup. Hanya lenguhan panjang yang terungkap. Itu pun samar-samar. Aku memungut kata, lalu menyimpannya dalam sebuah catatan. Ia tersenyum. Sedikit getir. "Sudah lama aku menunggu orang baik yang mau menggunakan jasaku sebagai pelengkap rangakaian huruf-huruf."

Aku tak melihat ada kalimat yang begitu indah. Aku sudah mencari dalam bab-bab kehidupan. Semakin kutelisik setiap ayat pada bab itu, semakin jauh keindahannya. Hingga akhir bab, aku hanya menemukan satu titik. Tetapi ia tidak memberikan keindahan.

Aku memungut satu huruf. Aku mengambil satu kata. Aku menata satu kalimat. Kupastikan titik tak terangkai. Huruf, kata, dan kalimat pun terangkai. Dan, aku tak bisa menutup rangkaiannya. (*)

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code