Monday, August 17, 2009

Dari Angan Tembawang Kukibarkan Merah Putih

Setiap tahun, ulangtahun kemerdekaan republik ini diperingati. Setiap tahun pula, rakyat belum merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya. Mereka masih miskin. Masih belum bisa menikmati jalan mulus, air bersih belum ada, kampung masih gelap gulita jika malam datang. Namun merah putih tetap berkibar di Angan Tembawang.

Sejarah boleh mencatat kemerdekaan Republik Indonesia sudah 64 tahun. Tapi saya belum merasa merdeka selama itu. Saya lahir sesudah tahun 1945.

Banyak orang yang mengkritik negara belum memberikan kemerdekaan kepada rakyatnya. Tak sedikit yang pesimis, negara ini bisa memakmurkan rakyat. Tidak banyak yang berkata, “Saya tidak hanya mengkritik negeri ini. Saya telah berbuat banyak untuk republik ini.”

Tahun ini, saya mengibarkan merah putih. Sesuatu yang tidak saya lakukan sejak dilahirkan. Bukan karena republik sudah berpihak kepada saya, tapi ada gadis kecil yang mengingatkan. Gadis kecil yang baru empat tahun usianya. Ia beli merah putih untuk dikibarkan di halaman rumah ayahnya yang belum habis kreditnya.

Rumah saya tidak berada di Angan Tembawang. Tapi saya dilahirkan di desa yang jaraknya sekitar 300 kilometer dari ibukota Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak. Belum ada kemerdekaan yang sesungguhnya di desa itu. Ketertinggalan masih menghantuinya. Entah sampai kapan? Mungkin menunggu salah satu putranya menjadi eksekusi kebijakan pemerintah.

Sebagai bagian dari republik, Angan Tembawang tetap mengibarkan merah putih. Kecintaan terhadap Indonesia sudah mengakar. Itu saya rasakan sejak lahir hingga mengenyam bangku sekolah. “Walau tertinggal, kami masih mencintai Indonesia. Kami tak ingin melepaskan diri.” (*)

0 komentar:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code