Kader partai politik ikut mendaftar sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Mereka bantir stir karena aturan memberikan kesempatan. Apakah partai politik ingin menempatkan kadernya di DPD? Atau figur-figur yang mendaftar sadar bahwa tidak lagi diakomodir partainya terdaftar sebagai calon legislatif? Ada apa dengan kader partai mendominasi calon anggota DPD?
Genderang politik sudah ditabuh. Kampanye juga sudah berjalan. Rekrutmen calon senator juga sudah dimulai. Sekarang prosesnya sudah pada tahap verifikasi
administrasi.
Figur yang mengembalikan formulir calon anggota DPD di Komisi Pemilu Kalbar sebanyak 29 orang. Padahal ada 51 orang yang mengambil formulir. Jumlah itu lebih sedikit dari tahun 2004 sebanyak 38 orang. Empat di antaranya berasal dari partai politik.
Tidak mudah menjadi calon anggota DPD. Banyak persyaratan yang harus dipenuhi, termasuk dukungan dari konstituen minimal 2.000 orang untuk daerah pemilihan Kalimantan Barat. Hal ini tertuang pada pasal 13 ayat (1) huruf b UU 10/2008 tentang Pemilu yang berbunyi provinsi yang berpenduduk lebih dari satu juta sampai dengan lima juta orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit 2.000 pemilih.
Dukungan juga harus tersebar di paling sedikit 50 persen jumlah kabupaten/kota di Kalbar. Sehingga seorang calon DPD harus memiliki dukungan minimal tersebar pada tujuh kabupaten/kota. Jika tidak maka bisa digugurkan karena tidak memenuhi persyaratan tersebut.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Kalbar AR Muzammil mengungkapkan, setelah selesai verifikasi administrasi, akan diambil secara acak sebesar 10 persen nama-nama pendukung pemilih calon DPD pada setiap kabupaten/kota yang memiliki dukungan sepuluh orang lebih.
Sampel itu akan diserahkan kepada kabupaten/kota untuk dilakukan proses verifikasi faktual. “Petugas yang melakukan verifikasi faktual harus mendatangi identitas pendukung calon sesuai data yang dimasukan dalam berkas pendaftaran di KPU. Kalau ada temuan dukungan tidak benar saat verifikasi faktual, jumlah dukungan calon tersebut akan dikurangi 50 dukungan,” kata Muzammil.
Sanksi pengurangan dukungan diatur dalam Peraturan KPU No. 13/2008 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Penelitian, Verifikasi, Penetapan, dan Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2009.
Pada pasal 31 ayat (1) menyebutkan, bila ditemukan bukti adanya data palsu atau sengaja digandakan oleh calon terkait dokumen persyaratan dukungan minimal pemilih maka dikenakan sanksi pengurangan sebanyak 50 kali temuan bukti data palsu atau penggandaan tersebut.
Staf Pengajar Program Pascasarjana Fakultas Sosial dan Politik Universitas Tanjungpura Jumadi menilai bantir stir sejumlah kader partai politik mendaftarkan diri sebagai calon Dewan Perwakilan Daerah sebagai bentuk mempertahankan status quo. Sebab mayoritas yang mendaftar sudah pernah memegang jabatan politik di parlemen.
“Bisa jadi mereka ini tidak lagi diakomodir di partainya, sehingga bantir stir melalui DPD. Langkah ini didukung oleh aturan yang memberikan kesempatan kader partai politik maju sebagai calon DPD,” kata Jumadi di Pontianak.
Banyaknya kader partai menjadi anggota DPD dikhawatirkan keputusan yang diambil mengutamakan kepentingan politik dibandingkan masyarakat. Kata Jumadi, “kalau dari parpol maka keputusan DPD akan ada deal-deal politik dari partai tertentu.”
Bukan itu saja. Masyarakat mengkhawatirkan figur yang terpilih tidak memiliki jiwa negarawan. Sebab kader parpol lebih mengutamakan kepentingan politik karena mereka sulit untuk melepaskan diri dari jiwa politik yang sudah lama dilakoni. Apalagi kalau parpol eks calon mendukung kadernya maju lewat jalur DPD.
“Saya kira masyarakat harus memilih dengan melihat integritas calon. Haruslah cerdas dalam memilih. Jangan sampai nuansa politik juga masuk saat memiliki calon anggota DPD. Saya melihat ada indikasi agar DPD dikuasai oleh kader partai politik,” ujar Jumadi.
Ada hubungan yang kurang harmonis antara DPD dan DPR terutama dalam hal legislasi. Ini disebabkan adanya kompetisi antara parpol dan anggota DPD dalam melahirkan peraturan perundang-undangan. Kondisi ini membuat anggota DPR memasukan klausal agar DPD bisa diikuti oleh kader partai politik. Indikasinya agar keputusan DPD bisa diintervensi oleh partai politik karena ada kader di dalamnya.
Undang Undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD tidak ada lagi batasan bagi calon anggota DPD. Aturan ini berbeda dengan UU terdahulu yang mencantumkan calon anggota DPD tidak boleh terlibat partai politik minimal empat tahun. Hal ini yang dinilai sebagai peluang bagi anggota partai politik boleh mendaftar DPD.
Andreas Acui Simanjaya, salah seorang kader partai politik yang maju sebagai calon anggota DPD mengungkapkan alasannya. “Saya pilih DPD karena ini memungkinkan buat saya dan saya kira tantangannya lebih besar. Saya tidak mengejar berbagai kelebihan DPR RI. Di DPD relatif sedikit fasilitas dari pemerintah, tapi saya yakin bisa berbuat banyak sebagai DPD,” katanya.
Acui mengakui sejak empat tahun lalu tidak bergabung dengan partai politik walaupun ada beberapa tawaran bergabung karena mau ikut DPD berdasarkan UU pemilu yang lalu nonparpol tidak diperkenankan.
Akan tetapi, sekarang ini UU Pemilu tidak lagi membatasi figur yang mau maju lewat jalur perseorangan. “Kalau UU sudah mengijinkan saya mau bergabung ke PDI Perjuangan. Saya mau membantu PDI Perjuangan mereformasi diri menghadapi era multipartai ini dan mengisi SDM partai agar tambah berkualitas,” ujarnya.
Aturan memberi peluang bagi kader partai untuk berebut simpati rakyat agar terpilih sebagai salah satu dari empat anggota DPD dari Kalbar. Kampanye bisa menjadi satu paket dengan partai asal kader. Tinggal bagaimana harmonisasi calon dengan partai politik. Jalinan emosional antara kader dengan partai tak bisa terpisahkan. Apalagi jika calon berasal dari kader yang sudah mengakar dan besar.
Namun semuanya ada di tangan rakyat. Tinggal bagaimana mereka berebut simpati. Rakyat telah cerdas. Tentu akan memilih dengan cerdas ketika hari pemungutan suara tiba. Kecerdasan berpolitik dari rakyat akan menentukan wajah republik ini pada lima tahun berikutnya. Mari tunjukan kecerdasan politik rakyat. (*)
1 komentar:
kalaw saya kurang gitu mengikuti dunia persilatan ParPol. Maklum untuk urusan yang satu ini saya awam bangeds, alias buta kayu gitu deh.
Yang realistis aja kok. TIap hari saya pasti melihat baliho gede gede di sepanjang jalur Ahmad Yani 2. Sebut saja SUjiwo, Paryadi, dan lain sebagainya. Apalagi SUJIWO yang kumisnya tebal gitu, wih. Poster dan Baliho beliau memang menyolok juga, saingan sama Mahendrawan yang balihonya mengepal gitu. Wih ck ck ck.
Apa sebenarnya sih yang mau diusung dalam kampanye kampanye mereka. Yg jelas sih pengalaman yang udah ada kalaw uda jadi Kepilih, program atau Janji pasti lupa deh. Biasa itu. basih dah
Post a Comment