Babak baru pemilihan kepala daerah di Kalimantan Barat dimulai. Perubahan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan ruang kepada perseorangan untuk ikut bertarung dalam pemilihan kepala daerah. Benarkan calon perseorangan lebih berkualitas dibandingkan figur yang diusung oleh partai politik?
Ingar bingar pemilihan kepala daerah sudah dimulai. 25 Oktober mendatang, warga yang berdomisili pada empat kabupaten/kota di Kalbar akan menentukan pilihannya. Tentu dengan pilihan yang sangat cerdas. Karena memilih pemimpin untuk memajukan daerah pada lima tahun berikutnya.
Ada empat kabupaten/kota yang secara serentak menggelar pilkada pada 2008: Kota Pontianak, Kabupaten Pontianak, Kubu Raya, dan Sanggau. Tahapan sudah dimulai. Bahkan verifikasi pencalonan perseorangan sedang berlangsung. Partai politik juga sudah menentukan siapa jagoannya.
Pemilu kepala daerah pada empat kabupaten/kota akan menjadi pilot project keikutsertaan calon perseorangan. Ini kali pertama pemilihan kepala daerah di Kalbar ada calon bukan dari partai politik yang dipilih langsung oleh rakyat. Jumlah pasang calon yang bertarung juga bisa lebih banyak.
Sebenarnya pemilihan langsung sudah dimulai sejak 2005. Lima kabupaten di Kalbar yang menggelar pemilihan kepala daerah secara serentak: Kabupaten Ketapang, Kapuas Hulu, Sekadau, Melawi, dan Bengkayang. Kemudian diikuti oleh daerah lainnya pada tahun-tahun setelah itu.
Bolehnya calon perseorangan maju dalam Pemilu kepala daerah, oleh sebagian kalangan, bisa mengkhawatirkan partai politik. Selama pencalonan selalu menjadi monopoli partai politik. Sebab dalam aturan sebelum terbitnya revisi terbatas terhadap UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pencalonan hanya bisa melalui partai politik.
Namun tudingan ini dibantah oleh sejumlah pimpinan partai politik. Salah satunya Suprianto, ketua DPW Partai Damai Sejahtera (PDS) Kalbar. “Ikutnya calon perseorangan tidak perlu ditakuti. Ini bentuk kemajuan proses demokrasi. Sehingga masyarakat memiliki banyak pilihan. Pendidikan politik juga bisa dilakukan secara cerdas. Tinggal bagaimana masyarakat yang memilih,” ujar Suprianto.
Pasal 56 ayat (2) UU 12/2008 tentang perubahan kedua atas UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan, pasangan calon kepala daerah diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang ini. Banyaknya dukungan terhadap pasangan calon perseorangan diatur berdasarkan jumlah penduduk sesuai tingkatannya.
Peluang kemenangan calon perseorangan seimbang dengan figur yang diusung partai politik. “Calon perseorangan punya peluang yang sama. Karena yang dipilih masyarakat menyangkut figur. Cuma calon perseorangan sudah punya modal politik,” ujar Staf Pengajar Fakultas Sosial dan Politik Universitas Tanjungpura Jumadi.
Dukungan riil akan menjadi kelebihan calon perseorangan. “Belum tentu orang yang diusung dari partai yang sama, kemudian masyarakat dari partai itu mendukungnya. Dalam banyak kasus, terjadi volatilitas (pergeseran loyalitas). Orang yang memilih partai A di Pemilu 2004, belum tentu memilih pasangan yang diusung oleh partai A itu,” katanya.
Jumadi menilai kehadiran calon perseorang dalam pemilihan kepala daerah bukan ancaman bagi parpol. Ia lebih senang menyebutnya sebagai kompetitor baru. Bukan ancaman. Kompetisinya jadi semakin tinggi.
Terbukanya keran calon perseorangan menimbulkan euforia untuk menjadi kompetitor dalam pemilihan kepala daerah. Di Kota Pontianak, misalnya, ada tiga pasang calon perseorangan yang mendaftar. Pasangan ini harus mengantongi sedikitnya 25.382 dukungan.
Jumlah itu sesuai Pasal 29 ayat (2b) huruf c UU 12/2008, yang menyebutkan kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 hingga satu juta jiwa harus didukung sekurang-kurangnya empat persen.
Ada tiga pasangan yang mendaftar melalui jalur perseorangan: Haitami Salim-Gusti Hardiansyah, Mikael Injek Barayungk-M. Rifal, dan Tan Tjun Hwa-Nagian Imawan. “Kami menemukan banyak dukungan yang tidak benar dari pasangan calon perseorangan tersebut. Kami masih terus melakukan verifikasi faktual,” kata Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Pontianak Hefni Supardi.
Dukungan yang ganda akan dicoret dan dianggap tidak sah. Secara administrasi, KPU hanya bisa menyatakan dukungan tersebut tidak memenuhi syarat. “Masyarakat yang merasa dirugikan karena identitasnya digunakan secara tidak benar bisa melaporkan kepada polisi. Tindakan itu sudah mengarah pada pidana,” ujarnya.
Hasil verifikasi KPU Kota Pontianak terhadap tiga calon perseorangan yang mendaftar, dua di antaranya dinyatakan tidak memenuhi persyaratan, yaitu Mikael Injek Barayungk-Mohammad Riffal dan Tan Tjun Hwa-Nagian Imawan. Sementara pasangan Haitami Salim-Gusti Hardiansyah dinyatakan memenuhi persyaratan.
Calon yang diusung oleh partai politik untuk pemilihan Wali Kota Pontianak diperkirakan sebanyak enam pasangan. Beberapa di antaranya telah memastikan memiliki pasangan. Selebihnya masih samar.
Di Kabupaten Sanggau, tahapan pendaftaran calon sudah berlangsung. Ada enam pasangan calon yang akan bertarung. Satu di antaranya dari calon perseorangan: Thadeus Yus-David N. Kedua pasangan ini harus mengantongi dukungan minimal 18.990 orang. Jumlah itu lima persen dari seluruh penduduk Kabupaten Sanggau.
Pasangan Thadeus Yus-David N ini akan melawan lima calon yang diusung oleh partai politik. Mereka terdiri atas F. Andeng Suseno-Jopi Kurniawan Kusuma, Setiman H. Sudin-Paolus Hadi, Krisantus Kurniawan-Suharto, Yansen Akun Effendy-Abdullah, dan T. Arsen Rickson-Abang Syafi’i.
Di Kabupaten Pontianak juga akan diikuti oleh satu pasangan calon perseorangan: Johny H-Aida Mochtar. Keduanya harus memiliki dukungan minimal sebanyak 12.598 pendukung atau lima persen dari jumlah penduduknya.
Di Kabupaten Kubu Raya, calon perseorangan yang mendaftar ada tiga pasangan. Mereka adalah Ramli Hasan-MA Wahab, Muda Mahendrawan-Andreas Muhrotin, dan Rustami Atmo-Noufal B. Ketiga pasangan itu harus memiliki dukungan minimal 20.689 pendukung atau empat persen dari jumlah penduduknya. Hingga proses verifikasi masih terus dilakukan.
Empat kabupaten/kota di Kalbar memang akan menggelar Pemilu Kepala Daerah secara serentak. Pasangan calon yang maju beragam. Baik latar belakang maupun kendaraan politiknya. Masyarakat dituntut secara cerdas menentukan pilihannya. Tentu tanpa paksaan maupun intimidasi lainnya. Apalagi politik uang.
Kecerdasan masyarakat harus ditopang dengan daya pikat program yang diusung pasangan calon. Siapa yang punya jitu bisa menarik simpati masyarakat. Calon harus memiliki kreator handal agar rakyat bersimpati. Kepopuleran dan tingkat keterpilihan akan menjadi kunci kemenangan. (*)
0 komentar:
Post a Comment