Wednesday, March 5, 2008

Anak-Anak itu Bermain Sengkilik

Matahari mulai bergerak ke barat. Hawa panas masih meresap melalui pori-pori kulit. Halaman rumah betang di Desa Angan Tembawang sudah riuh. Enam bocah lelaki berjumpalitan, bermain pantok ular alias cangka lele. Berawal dari sengkilik kehidupan, permainan itu akan berakhir pada nsoyo ritual notongk. Orang Angan sedang musim menebang dalam almanak bercocok tanam.
Jumpalitan anak-anak berusia belasan tahun itu masih tetap ada. Tapi tidak lagi di halaman rumah betang. Rumah khas suku Dayak itu sudah berganti rumah-rumah pribadi. Mereka tetap bermain mengikuti almanak bercocok tanam, selama satu tahun, yang terus menerus dimainkan setiap tahunnya.

Nek Ombon, tetua Dayak Angan yang berusia 79 tahun mencoba menoleh masa lalunya. Masa ketika ia masih bermain cangka lele atau campak lambung, bahkan main ular naga
panjang. “Kami bermain sesuai dengan musim berladang. Musim menebas, ada permainannya. Musim menebang juga ada sendiri,” Nek Ombon coba mengenang.

Satu permainan itu berlangsung selama satu musim. Waktu satu musim biasanya hanya satu hingga dua bulan. Setiap musim permainannya berbeda. Ketika menebas, permainannya sengkilik (kincir angin yang terbuat dari sehelai daun) dan toptap.

Toptap adalah permainan dari bambu. Bambu sepanjang satu ruas yang dipotong. Biasanya dipakai bambu jenis piasak yang memiliki ruas cukup panjang. Bentuknya seperti pipa yang panjangnya bisa mencapai 30 centimeter. Untuk mendorong pelurunya, bisa menggunakan kayu bulat dengan ukuran lebih kecil dari diameter lubang bambu. Pelurunya bisa dari buah tanaman hutan atau kertas yang dibasahkan dengan air.

Aksi perang-perangan menggunakan toptap ini sangat digemari. Selain adu strategi juga mengandalkan ketahanan tubuh ketika terkena tembakan toptap. Jika tidak menggunakan baju, kulit bisa mengelupas. Apalagi jika pelurunya dari buah tanaman hutan.

Pada musim menebas, anak-anak juga bermain sengkilik. Cara membuatnya sangat mudah. Cukup dengan memetik sehelai daun, misalnya, daun rambutan, durian atau sejenis. Kemudian ujung kiri bagian tangkai dikoyak dan ujung kanan bagian yang lancip juga dikoyakan, sehingga terbentuk seperti kinciran.

Di tengahnya ditusuk dengan lidi atau ranting kecil. Memainkannya dengan berlari, sehingga berputar-putar seperti kipas angin atau kincir angin. Berlarian tadi untuk menghasilkan daya dorong dari gerakan berlari, karena ada angin yang bisa memutar daun tadi.

“Permainan itu hanya bisa dimainkan kalau pas musimnya. Zaman dulu, kalau memainkan permainan yang tidak pas musimnya bisa dikenakan denda ada. Tapi sekarang tidak lagi. Anak-anak kapan saja boleh memainkannya,” kisah Nek Ombon.

Kemudian, musim menebang, anak-anak subsuku Dayak Angan akan bermain pantok ular dan kayu jagong (engrang). Pantok ular terbuat dari dua kayu bulat sebesar ibu jari. Kayu yang panjang akan menjadi ibunya sedangkan satu kayu yang pendek akan jadi anaknya. Lalu anak-anak akan membuat lubang berbentuk segitiga di tanah, untuk memainkannya. Bermainnya dengan membentuk dua tim.

Satu tim akan mencongkel kayu yang berfungsi sebagai anak, tim lainnya menunggu dengan jarak tertentu. Biasanya ada taruhan bagi tim yang paling cepat mencapai jumlah tertentu. “Taruhannya biasanya menggendong yang menang dengan jarak yang telah disepakati,” kata Nek Ombon.

Pada musim membakar, anak-anak akan bermain layang-layang (kelayang). “Biasanya musim membakar angin cukup kuat. Karena banyak kayu yang ditebang. Jadi angin tidak terhalang oleh kayu-kayu,” katanya.

Saat musim mencangkul, orang Angan akan bermain tabong dan rundas. Permainan ini populernya disebut galah kepung. Permainan ini juga dilakukan secara tim. Ada dua tim: pengepung dan yang dikepung. Siapa yang berhasil tidak tersentuh hingga kembali ke pintu masuk pertama, maka ia memperoleh satu tabungan.

Kalau musim menanam (moyok), anak-anak di Desa Angan Tembawang, Kecamatan Jelimpo, Kabupaten Landak, akan bermain semprot air. Semprot air ini bentuknya seperti toptap. Tetap ruas bambunya lebih besar, yang bagian bukunya dilobangi. Bagian yang berlobang diisi dengan air dan disemprotkan kepada lawan.

Ketika musim menyiangi, orang-orang Angan akan bermain sepak kanteng alias sepak belek. Cara bermainnya berkelompok dengan satu orang menjaga kanteng atau belek-nya. Anak-anak yang lainnya bersembunyi. Penjaga berkewajiban mencari dan menyebut nama yang bersembunyi. Jika ketahuan, maka penjaga harus berlari ke kanteng atau belek-nya dan memukulnya.

Penjaga harus mengamankan kanteng atau belek dari sepakan anak-anak yang bersembunyi. Jika tidak, maka ia akan menjadi penjaga untuk selama-lamanya. Sangat memalukan jika hingga akhir permainan, tetap menjadi penjaga kanteng atau belek karena akan menjadi sumber olokan.

Permainan akan berlanjut terus. Saat musim panen, kami akan bermain gasing. Biasanya gasing dibuat dari kayu-kayu keras, seperti belian ataupun kayu keras lainnya. Supaya tidak mudah pecah ketika beradu dengan gasing lainnya. Dalam tradisi Dayak Angan, tidak ada aturan terikat dalam permainan gasing ini. Sebab permainan ini hanya untuk menghibur anak-anak sambil menunggu orangtuanya pulang dari memanen.

“Tidak pernah ada pertandingan permainan gasing di kampung ini. Bermain gasing hanya kesenangan. Yang bermain juga anak-anak. Orangtua tidak lagi. Malu karena sudah tua. Paling-paling hanya menonton saja. Atau membuat gasing untuk anaknya,” kata Among, kepala Adat Angan.

Permainan mengikuti almanak berladang itu berakhir dengan bermain nsoyo. “Kalau nsoyo tidak bisa dimainkan sembarangan. Waktunya juga hanya satu minggu sebelum ritual notongk digelar. Setelah itu tidak boleh lagi. Jika ada yang sengaja memainkan, dikenakan denda adat. Karena bisa mengundang marabahaya bagi kampung,” kata Among.

Badan Koordinasi Olahraga Tradisional dan Permainan Rakyat (Bakortramara) Kalimantan Barat adalah badan koordinasi yang mengkoordinir cabang-cabang olahraga tradisional dan permainan rakyat yang terdapat di dalam masyarakat Kalimantan Barat, menghimpun para penggemar menyalurkan bakat dan keinginan menggali dan mengembangkan dan kemudian mewariskan kepada generasi penerus dengan upaya mengangkat permainan tersebut sambil memperkenalkannya.

Didirikan di Pontianak pada tanggal 10 Juli 1993, sampai saat ini Bakortramara telah melakukan inventarisasi 54 jenis olahraga tradisional dan permainan rakyat Kalimantan Barat, di antaranya: campak lambung, cangka lele, lem-lem ta aji mamod, tapuk bantal, tapak longga (enggerang), kelereng (guli), congklak, timpa erat (pisang, nanas), pinsut. (*)

1 komentar:

Anonymous said...

Membaca tulisan ini, rasanya saya pingin jadi kanak lagi

hehe...

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code