Thursday, August 23, 2007

Tambang; Potensi Alam yang Masih Tertidur

Potensi bahan tambang sangat berlimpah. Namun belum ada investor benar-benar serius menggarapnya. Kalaupun ada hanya sebatas izin kuasa pertambangan, belum ada yang eksploitasi. Alasan ketidaktersediaan infrastruktur berupa jalan dan pelabuhan yang utama investor enggan melakukan eksploitasi.

Pemerintah mengklaim sejumlah bahan tambang memiliki potensi yang melimpah. Batubara, misalnya. Setidaknya ada tiga cekungan: Ketungau, Melawi, dan Mandai Keriau. Endapan batubara itu terbentuk pada lapisan berusia paleogen.

Batubara adalah batuan sedimen yang bisa terbakar, mengandung material karbon dari 70 persen volume dengan kandungan abu lebih kecil dari 35 persen. Batubara terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tanaman purba yang telah mengalami pemadatan serta proses ubahan secara kimia dan metamorfosa oleh panas dan tekanan selama waktu geologi.

Data Dinas Pertambangan dan Energi Kalbar menyebutkan, batubara ditemukan pada formasi Kantu dan formasi Ketungau. Lapisan batubaranya membentuk struktur sinklin. Cekungan melawi, terdapat di Bukit Alat, Kabupaten Melawi pada formasi tebidah, yang membentuk struktur sinklin dengan ketebalan sekitar empat meter.

Sementara cekungan batubara mandai keriau, tersingkap di Sungai Embau, Empanang, Boyan dan Pangkodan. Batubara terdapat dalam formasi Kantu bagian tengah dengan ketebalan lapisan antara 0,5-1,35 meter.

Tahun 2005, ada sejumlah perusahaan yang telah memiliki kuasa pertambangan batubara. Di Kabupaten Sintang ada 11 perusahaan pada tahap penyelidikan umum, lima perusahaan pada tahap eksplorasi, dan dua perusahaan tahap eksploitasi.

Di Melawi, ada 16 perusahaan yang sedang melakukan penyelidikan umum. Sementara di Kabupaten Kapuas Hulu ada sepuluh perusahaan pada tahap penyelidikan umum, 15 perusahaan tahap eksplorasi, dan dua perusahaan tahap eksploitasi.

“Banyak investor yang masuk. Begitu melihat sarana infrastruktur, mereka langsung mundur. Kita tidak punya jalan yang reprsentatif, tidak ada pelabuhan,” kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kalbar, Iskandar Zulkarnaen.

Ia mengungkapkan, investor itu berasal dari luar maupun dalam negeri. "Mereka datang, kita sodorkan potensinya. Soal nantinya mereka berminat, tentu akan berhubungan dengan kabupaten/kota. Karena kewenangan memberikan izin ada di kabupaten/kota," katanya.

Akan tetapi, kabupaten-kabupaten yang memiliki potensi tambang telah menerbitkan izin kepada sejumlah investor. Hanya saja belum ada satupun izin yang diberikan telah beroperasi. Semuanya hanya sebatas izin kuasa pertambangan.

Bahkan ada beberapa izin dari pertambangan itu telah melewati tenggat waktu perizinannya. Seharusnya dilakukan perbaharuan, namun banyak yang mengabaikannya.

Kondisi ini membuat gerah pemerintah propinsi. Namun tidak ada kewenangan untuk mencabutnya. Sebab perizinan menjadi kewenangan kabupaten/kota sebagai konsekwensi dari otonomi daerah.

Kendati begitu, Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat meminta izin kuasa pertambangan di kabupaten/kota yang tidak aktif supaya dikaji untuk dicabut. "Mereka yang berwenang mengeluarkan izin. Mereka jugalah yang berwenang mencabutnya. Kita setuju sekali kalau tidak operasional, dicabut," kata Iskandar.

Wakil Bupati Sintang, Jarot Winarno mengaku sudah menegur pemilik izin Kuasa Pertambangan (KP), terutama yang tidak aktif. "Kita minta mereka segera penuhi kewajibannya membuat amdal, bayar PBB. Kita beri tenggang waktu selama enam bulan untuk memenuhi kewajiban tersebut," katanya.

Pihaknya menegur pemilik izin KP sejak Februari lalu. Saat ini, sudah ada beberapa perusahaan telah melakukan revitalisasi izinnya. "Kita juga akan mencabut dua izin di Ketungau Hulu karena belum mengajukan revitalisasi izin. Ini kita lakukan agar investor benar-benar serius dalam menanamkan modalnya," kata Jarot.

Mengenai praktik penambangan emas di areal Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya, Jarot mengungkapkan, Pemkab Sintang telah membentuk tim kecil untuk mengkaji ulang tapal batas antara taman nasional dan Desa Jelundung, Kecamatan Serawai.

"Disadari memang, apapun bentuknya, PETI itu salah. Karenanya perlu solusi bagi mereka yang bekerja mengandalkan PETI. Pemkab sudah programkan karet rakyat untuk itu. Harapannya, masyarakat beralih ke sektor ini. kita juga minta agar pihak taman nasional membuat community development di kawasan penyangganya," ungkap Jarot.

Di Kecamatan Serawai, Sintang ada 10 kelompok penambang dengan jumlah mesin 22 unit. Ada sekitar 92 tenaga kerja yang terserap dengan hasil produksi mencapai 81,45 gram emas setiap harinya.

Kecamatan Sepauk, Sintang masih mendominasi penghasilan emas dari praktik penambangan ini. Setiap harinya penambang bisa memperoleh 1,45 kilogram emas.

Beberapa bulan lalu, polisi berhasil mengungkap ‘ekspor’ gelap emas dari hasil penambangan tak resmi sebanyak 25 kilogram di Bandara Supadio. Penangkapan itu menguatkan indikasi maraknya emas hasil PETi yang dijual ke luar Kalbar. Jumlahnya diperkirakan mencapai satu ton setiap tahunnya.

Sekretaris Komisi C DPRD Kalbar Rosliyan Ramli Saleh memprediksi dalam satu tahun PETI memproduksi tidak kurang dari satu ton emas dibawa ke luar Kalbar. Berarti dalam satu tahun tersebut tidak kurang satu ton merkuri juga telah mencemari sungai-sungai di Kalbar.

Rosliyan mengungkapkan, pernah ada perusahaan dari Jakarta yang tertarik merangkul dan menangani para penambang emas di Kalbar yang diyakini mampu mendongkrak PAD bagi daerah ini. Namun karena dominasi PETI yang tentu saja ilegal, menjadikan perusahaan tersebut enggan untuk mengkoordinir para penambang tersebut.

“Sepanjang kebijakan Pemkab serta Pemprov tidak satu kata dalam penanggulangan PETI, ini akan terus berlangsung hingga masa mendatang,” ungkap Harry Tri Yoga menimpali.

Sebagai Wakil Ketua Komisi Perekonomian dan Keuangan, Yoga tak ingin berbicara mengenai kerugian dari sisi ekonomis. Dia lebih memandang bagaimana kerugian yang ditimbulkan pada sisi lingkungan serta kualitas hidup masyarakat Kalbar yang sudah pasti menurun.

“Bayangkan, yang kita temukan adalah 25 kilogram dengan nilai Rp4,5 miliar. Dari sini bisa dinilai berapa banyak merkuri yang telah mencemari sungai-sungai yang ada di Kalbar. Saya harapkan dengan adanya kasus ini, aparat keamanan dapat memproses ini sesuai dengan aturan hukum,” pintanya.

Yoga mengungkapkan, komisinya dalam waktu dekat akan melakukan pembicaraan khusus bersama Kejaksaan Tinggi, Dinas Pertambangan, Bapedalda, serta instans-instansi terkait seperti kepolisian. “Sudah sejauh mana sih? Kita ingin ini transparan, agar penegakan hukum di Kalbar masih berjalan dengan baik,” tandasnya.

Hal lain disampaikan Bupati Kabupaten Pontianak Agus Salim. Ia telah menerbitkan peraturan No. 18 tahun 2006 tentang pengelolaan usaha pertambangan.

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan masukan guna perbaikan draf raperda, jangan sampai draf yang ada tidak sesuai dengan pedoman pembentukan Peraturan Perundang-Undangan No 10 tahun 2004 dan PP No 79 tahun 2005 tentang pedoman pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah serta Kepres No 74 tahun 2001 tentang tata cara pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah.

Guna penyempurnaan, draf raperda tersebut disampaikan saran dan pendapat yang pada prinsipnya eksekutif sependapat terhadap substansi yang diatur dalam raperda.

Namun demikian, agar tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan kepentingan umum, hendaknya dalam pembahasan selanjutnya perlu dikaji secara komprehensif dan simultan berkenaan dengan prinsip-prinsip kewenangan pengelolaan pertambangan yang berlaku di Indonesia. Sesuai ketentuan UU No 10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, raperda tersebut perlu untuk diperbaiki. (*)

1 komentar:

Anonymous said...

semoga masyarakat di sekitar tambang bisa lebih baik lagi perekonomianya untuk kedepanya...salam kenal "tambang emas indonesia"

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hostgator Discount Code