Listrik byarpet lagi. Setiap hari secara bergiliran. Ibu rumah tangga menggerutu. Sinetron kesayangannya tak bisa ditonton. Rumah gelap. Lilin, pelita, dan lampu suar tak sanggup mengganti. Jika lalai, bahaya kebakaran mengancam. Ahhh...seperti hidup di Republik mati lampu.
Bagi warga Kota Pontianak, byarpet sudah jadi menu utama setiap hari. Jadwal pemadaman disusun bergiliran. Kadang pagi. Kadang tengah hari. Tak jarang malam hari. Setiap hari selalu diwarnai listrik mati.
Setahun lalu, ketika intensitas listrik mati cukup tinggi, warga mendatangi rumah dinas Kepala Wilayah PT PLN (Persero). Jumlahnya 50 orang. Mereka memprotes jadwal pemadaman listrik yang tak terkendali. Aksi protes itu berakhir dengan perusakan beberapa fasilitas rumah.
Kemarahan warga haruslah menjadi catatan pada masa mendatang. Protes itu mesti diingatkan agar tidak ada lagi jadwal pemadaman. Perlu dijajaki peluang investasi kelistrikan di daerah ini. Cukup banyak potensi yang bisa dikonversikan menjadi sumber energi listrik. Tinggal bagaimana mengelolanya.
Pertengahan November 2007, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara mulai dikerjakan. Ia akan menghasilkan listrik berkekuatan 2x25 megawatt di Parit Berkat, Wajok Hilir, Kabupaten Pontianak.
PT Equator Manunggal Power (EMP) sebagai investor murni, beserta PT PLN bekerja dalam suatu kontrak kerja untuk 25-30 tahun ke depan akan memenuhi kebutuhan listrik seluruh masyarakat Kalbar. Pembangkit tersebut dibangun di atas tanah seluas 13 hektar.
Diperkirakan pembangunan PLTU batubara ini selesai 24-30 bulan ke depan. Pembangkit yang menelan biaya Rp600 miliar tersebut diharapkan mampu menyediakan listrik bagi masyarakat kota hingga pedalaman.
Propinsi Kalimantan Barat akan memperoleh bantuan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebanyak 1.636 unit pada 2008. Kapasitas tiap unit mencapai 50 watt. Penempatan akan mengutamakan daerah yang susah dijangkau dan kepulauan.
“Realisasinya masih menunggu masukan dari kepala desa, kecamatan. Ada kriteria yang harus dipenuhi. Semua usulan yang masuk akan diseleksi lagi. Lebih diutamakan daerah-daerah yang belum terjangkau listrik,” ungkap Iskandar Zulkarnaen, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kalbar
Kalbar memang sudah harus mandiri karena kebutuhan listrik pasti terus bertambah. Jangankan untuk industri, pemasangan instalasi untuk pembangunan RSS saja saat ini harus antre. “Yang kita pikirkan adalah agar saudara kita di pedalaman juga bisa menikmati listrik,” ujarnya.
Menurut Iskandar, PLTS tersebut merupakan bantuan dari Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Tahun 2006-2007, daerah kepulauan Kalbar pernah mendapat bantuan 500 unit PLTS.
Selain itu, dua pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) dengan kapasitas 0,5-1 MW akan dibangun di pedalaman Kalbar. Salah satunya terdapat di Kabupaten Sekadau. Dananya berasal dari APBD Kalbar 2008 yang menelan dana Rp800 juta-Rp1 miliar per unit. Pembangunan pembangkitnya menggunakan dana APBD Kalbar, sedangkan pembangunan jaringannya dibebankan kepada kabupaten/kota.
Ia menjelaskan tenaga mini/mikrohidro mencapai sekitar 500 MW namun yang telah dimanfaatkan saat ini baru sekitar 54 MW. "Untuk lebih meningkatkan penggunaan tenaga mikrohidro ini, pemerintah telah mengambil berbagai terobosan khususnya pada aspek kebijakan, pengembangan institusi dan pengembangan sumber daya manusia," papar Iskandar.
Dengan rasio elektritikasi yang baru mencapai rata-rata 52 persen, kata dia, maka tenaga mini/mikrohidro sangat prospek untuk dikembangkan khususnya di wilayah perdesaan maupun di wilayah yang terpencil yang sukar diakses oleh jaringan transmisi PT PLN (Persero).
Pemanfaatan tenaga mini/mikrohidro akan terus ditingkatkan melalui berbagai kerjasama termasuk memanfaatkan dana Clean Development Mechanism. "Bahkan proyek-proyek mikrohidro dapat memenuhi persyaratan untuk mendapatkan fasilitas "fast track" sehingga dapat lebih cepat diimplementasikan," katanya.
Kalimantan Barat memiliki potensi untuk mengelola sendiri tenaga listrik. Di Sambas, akan dibangun PLTU batubara dengan kapasitas 2 x 7 MW. Proyek ini diperkirakan akan menelai dana hingga US$14 juta. Kemudian, PLTU Singkawang batubara dengan kapasitas 2 x 7 MW, yang diperkirakan akan menelan dana hingga US$14 juta.
Tak hanya itu, Kalbar juga berpotensi dibangun dua unit PLTU batubara di Parit Baru dengan kapasitas 2 x 55 MW dengan dana US$110 juta dan kapasitas 2 x 25 MW dengan kebutuhan dana sekitar US$50 juta.
Peluang membangun satu unit PLTU Pontianak tanah gambut dengan kapasitas 2 x30 MW juga cukup tinggi. Dana yang dibutuhkan mencapai US$60 juta. Kemudian PLTU batubara di Ketapang dengan kekuatan 2 x 7 MW, diperkirakan akan menelan dana sebesar US$14 juta.
Selain itu, Kalbar juga berpotensi memiliki PLTU batubara di Sintang dengan kekuatan 2 x 3,75 MW, dengan kebutuhan dana sebesar US$7,5 juta. Sehingga total dana yang dibutuhkan untuk membangun pembangkit listrik di Kalbar mencapai US$404 juta.
Rakyat Kalbar punya cita-cita. Pada masa mendatang, tak ada lagi kisah mati lampu. Kaum ibu tidak lagi ketinggalan episode sinetron kesayangan. Cerita kulkas, televisi, radio yang rusak karena hentakan arus listrik.
Dan, rakyat Kalbar tidak ingin hidup di Republik mati lampu. Semoga.
2 komentar:
Byar pet memang menyebalkan sekali...saya ibu rumah tangga, tapi kesel bukan karena nggak bisa nonton sinetron...kerena nggak satu pun sinetron yang saya tonton. Tapi karena anak2 jadi nggak nyaman, suami jadi susah kerja, saya-nyaaa...ga bisa bikin kue dan yang pasti susah banget online... :((
tks telah kunjungi blog saya. maaf kalau sinetron itu jadi mengganggu ibu, karena tak suka menontonnya. mudh2an nanti tidak byar pet lagi, ya. biar ibu bisa bikin kue, lalu kirim juga buat saya.. piiiisssss
Post a Comment